Search

Content

Saturday, September 3, 2011

kisah inspiratif si Zhang Da



Cerita ini di mulai dari tahun 2001..
saat itu, ketika usianya menjelang 10 tahun, Zhang Da harus menerima kenyataan ibunya lari dari rumah. Sang ibu kabur karena tak tahan dengan kemiskinan yang mendera keluarganya.
Yang lebih tragis, si ibu pergi krn merasa tak sanggup lagi mengurus suaminya yang lumpuh, tak berdaya, dan tanpa harta. Dan ia tak mau menafkahi keluarganya.

          Kepergian sang ibu membawa petaka bagi Zhang Da. Ia yang tinggal berdua dengan ayahnya yang lumpuh, harus mengambil-alih semua pekerjaan keluarga. Ia harus mengurus ayahnya, mencari nafkah, mencari makanan, memasaknya, memandikan sang ayah, mencuci pakaian, mengobatinya dan sebagainya.

          Yang patut dihargai, ia tak mau putus sekolah. Setelah mengurus ayahnya, ia pergi ke sekolah berjalan kaki melewati hutan kecil dengan mengikuti jalan menuju tempatnya mencari ilmu. Selama dalam perjalanan, ia memakan apa saja yang bisa mengenyangkan perutnya, mulai dari memakan rumput, dedaunan dan jamur-jamur untuk berhemat. Tak semua bisa jadi bahan makanannya, ia menyeleksi berdasarkan pengalaman. Ketika satu tumbuhan merasa tak cocok dengan lidahnya, ia tinggalkan dan beralih ke tanaman berikut. Sangat beruntung karena ia tak memakan dedaunan atau jamur yang beracun.

           Usai sekolah, agar dirinya bisa membeli makanan dan obat untuk sang ayah, Zhang Da bekerja sebagai tukang batu. Ia membawa keranjang di punggung dan pergi menjadi pemecah batu. Upahnya ia gunakan untuk membeli aneka kebutuhan seperti obat-obatan untuk ayahnya, bahan makanan untuk berdua, dan sejumlah buku untuk ia pelajari.

          Zhang Da ternyata cerdas. Ia tahu ayahnya tak hanya membutuhkan obat yang harus diminum, tetapi diperlukan obat yang harus disuntikkan. Karena tak mampu membawa sang ayah ke dokter atau ke klinik terdekat, Zhang Da justru mempelajari bagaimana cara menyuntik. Ia  beli bukunya untuk ia pelajari caranya. Setelah bisa, ia membeli jarum suntik dan obatnya lalu menyuntikkannya secara rutin pada sang ayah.

          Kegiatan merawat ayahnya terus di jalaninya sampai lima tahun. Rupanya kegigihan Zhang Da yang tinggal di Nanjing, Provinsi Zhejiang, menarik pemerintah setempat. Pada Januari 2006, pemerintah Cina menyelenggarakan penghargaan nasional pada tokoh-tokoh inspiratif nasional. Dari 10 nama pemenang, satu diantaranya terselip nama Zhang Da. Ternyata ia menjadi pemenang termuda.

          Acara pengukuhan dilakukan melalui siaran langsung televisi secara nasional. Zhang Da, si pemenang diminta tampil ke depan panggung. Seorang pemandu acara menanyakan kenapa ia mau berkorban seperti itu, padahal dirinya masih anak-anak. "Hidup harus terus berjalan. Tidak boleh menyerah, tidak boleh melakukan kejahatan. Harus menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab," katanya.

          Setelah itu suara gemuruh penonton memberinya applause. Pembawa acara menanyainya lagi, "Zhang Da, sebut saja apa yang kamu mau, sekolah dimana, dan apa yang kamu inginkan. Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai sekolah dan mau kuliah dimana. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebutkan saja. Di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!" papar si pembawa acara.

          Zhang Da terdiam. Keheningan pun menunggu ucapannya. Pembawa acara mengingatkannya lagi, "sebut saja!" katanya menegaskan.

          Zhang Da yang saat itu sudah berusia 15 tahun pun mulai membuka mulutnya dengan bergetar. Semua hadirin di ruangan itu, dan juga jutaan orang yang menyaksikannya langsung melalui televisi, terdiam menunggu apa keinginan Zhang Da. Dengan mata berkaca-kaca dan bibir bergetar, keluarlah kalimat lirih namun tegas, "Saya mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri. Mama pulanglah!" kata Zhang Da yang disambut tetesan air mata haru para penonton.

          Zhang Da tidak meminta hadiah uang atau materi atas ketulusannya berbakti kepada orangtuanya. Padahal saat itu semua yang hadir bisa membantu mewujudkannya. Di mata Zhang Da, mungkin materi bisa dicari sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi seorang ibu dan kasih sayangnya, sungguh tak ternilai. Pelajaran moral yang tampak simple tetapi amat bermakna.

disadur dari : true story Luar Biasa Juli 2011

Blog Archive